A.
URAIAN MATERI
Pada lampiran iv
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81A Tahun
2013, untuk mencapai kualitas yang telah dirancang dalam dokumen kurikulum,
kegiatan pembelajaran perlu menggunakan prinsip yang: (1) berpusat pada peserta
didik, (2) mengembangkan kreativitas peserta didik, (3) menciptakan kondisi
menyenangkan dan menantang, (4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan
kinestetika, dan (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui
penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan,
kontekstual, efektif, efisien, dan bermakna.
1.
Definisi
Strategi discovery learning adalah teori belajar yang
didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak
disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan
mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the
learning that takes place when the student is not presented with subject matter
in the final form, but rather is required to organize it him self”
(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Yang menjadikan dasar ide Bruner ialah
pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam
belajar di kelas.
Bruner memakai strategi yang disebutnya discovery learning, dimana murid mengorganisasi bahan
yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono, 1996:41). Strategi discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif
untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu
terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa
konsep dan prinsip. Discovery
dilakukan melalaui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan.
Proses tersebut disebut cognitive process
sedangkan discovery itu sendiri
adalah the mental process of assimilatig
conceps and principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sebagai strategi belajar, discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil
pada ketiga istilah ini, pada discovery learning lebih menekankan pada ditemukannya
konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaannya dengan discovery ialah bahwa pada discovery masalah yang diperhadapkan
kepada peserta didik semacam masalah yang direkayasa oleh guru. Sedangkan pada inkuiri
masalahnya bukan hasil rekayasa, sehingga peserta didik harus mengerahkan
seluruh pikiran dan keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam
masalah itu melalui proses penelitian, sedangkan problem solving lebih memberi tekanan pada kemampuan menyelesaikan
masalah.
2.
Konsep
Dalam Konsep Belajar, sesungguhnya strategi discovery learning merupakan pembentukan
kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan terjadinya
generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang nampak dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori-kategori, atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan
kategori-kategori dan sistem-sistem
coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi (similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan
kejadian-kejadian (events). Bruner memandang bahwa suatu konsep atau
kategorisasi memiliki lima unsur, dan peserta didik dikatakan memahami suatu
konsep apabila mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2)
Contoh-contoh baik yang positif maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik
yang pokok maupun tidak; 4) Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih,
2005:43). Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan
mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula.
Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan
contoh-contoh (obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan
menggunakan dasar kriteria tertentu.
Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari
tiap peserta didik, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk
menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu peserta
didik pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning environment, yaitu lingkungan dimana peserta
didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal
atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini
bertujuan agar peserta didik dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik
dan lebih kreatif.
Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus
berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat perkembangan
kognitif peserta didik. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk
memfasilitasi kemampuan peserta didik dalam berfikir (merepresentasikan apa
yang dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya. Menurut Bruner
perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh
bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactiv,
iconic, dan symbolic. Tahap enaktiv, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya,
dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya
melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang
memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi
verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang
telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan
sebagainya.
Pada akhirnya yang menjadi tujuan dalam strategi discovery learning menurut Bruner adalah hendaklah guru memberikan kesempatan kepada
muridnya untuk menjadi seorang problem
solver, seorang scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui
kegiatan tersebut peserta didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan
hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Karakteristik yang paling jelas mengenai discovery sebagai strategi mengajar
ialah bahwa sesudah tingkat-tingkat inisial (pemulaan) mengajar, bimbingan guru
hendaklah lebih berkurang dari pada strategi-strategi mengajar lainnya. Hal ini
tak berarti bahwa guru menghentikan untuk memberikan suatu bimbingan setelah
problema disajikan kepada pelajar. Tetapi bimbingan yang diberikan tidak hanya
dikurangi direktifnya melainkan pelajar
diberi responsibilitas yang lebih besar untuk belajar sendiri.
3.
Kelebihan Penerapan Discovery Learning
1)
Membantu peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan
keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan
kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
2)
Pengetahuan yang diperoleh melalui strategi ini sangat
pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
3)
Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya
rasa menyelidiki dan berhasil.
4)
Strategi ini memungkinkan peserta didik berkembang dengan
cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
5)
Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya
sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
6)
Strategi ini dapat membantu peserta didik memperkuat konsep
dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7)
Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama
aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai peserta
didik, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.
8)
Membantu peserta didik menghilangkan skeptisme
(keragu-raguan) karena mengarah pada
kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
9)
Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih
baik;
10)
Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada
situasi proses belajar yang baru;
11)
Mendorong peserta didik berfikir dan bekerja atas inisiatif
sendiri;
12)
Mendorong peserta didik berfikir intuisi dan merumuskan
hipotesis sendiri;
13)
Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik;
14)
Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang;
15)
Proses belajar meliputi sesama aspeknya peserta didik menuju
pada pembentukan manusia seutuhnya;
16)
Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik;
17)
Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan
berbagai jenis sumber belajar;
18)
Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.
4.
Langkah-langkah
Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran
1.
Langkah
Persiapan Strategi Discovery Learning
a.
Menentukan tujuan
pembelajaran
b.
Melakukan identifikasi
karakteristik peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya)
c.
Memilih materi
pelajaran.
d.
Menentukan topik-topik
yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi)
e.
Mengembangkan
bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya
untuk dipelajari peserta didik
f.
Mengatur topik-topik
pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau
dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik
g.
Melakukan penilaian
proses dan hasil belajar peserta didik
2.
Prosedur
Aplikasi Strategi Discovery Learning
Menurut Syah (2004:244) dalam
mengaplikasikan strategi discovery
learning
di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar
mengajar secara umum sebagai berikut:
a.
Stimulation (stimulasi/pemberian
rangsangan)
Pertama-tama
pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungannya,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan
untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu guru dapat memulai kegiatan PBM dengan
mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi
untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan
membantu peserta didik dalam mengeksplorasi bahan.
b.
Problem statement (pernyataan/
identifikasi masalah)
Setelah
dilakukan stimulation langkah
selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan
bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah) (Syah
2004:244). Memberikan kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi dan
menganalisa permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna
dalam membangun peserta didik agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu
masalah.
c.
Data
collection (pengumpulan data).
Ketika
eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para peserta didik
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini berfungsi untuk
menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi
kesempatan untuk mengumpulkan (collection)
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara
dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari
tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu
yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara
tidak disengaja peserta didik menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang
telah dimiliki.
d.
Data processing (pengolahan data)
Menurut
Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi
yang telah diperoleh para peserta didik baik melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya, lalu ditafsirkan, dan semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan
pada tingkat kepercayaan tertentu (Djamarah, 2002:22). Data processing disebut
juga dengan pengkodean coding/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan
konsep dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut peserta didik akan
mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang
perlu mendapat pembuktian secara logis
e.
Verification (pembuktian)
Pada
tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil
pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis
yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak,
apakah terbukti atau tidak.
f.
Generalization (menarik
kesimpulan/generalisasi)
Tahap
generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang
dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang
sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil
verifikasi maka dirumuskan
prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Setelah menarik kesimpulan peserta didik harus memperhatikan proses
generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip
yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses
pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu.
Sumber :_______________,Pendekatan Dan
Strategi Pembelajaran Sd/Smp/Sma/Smk kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan 2013
No comments:
Post a Comment